Runtuhnya Orde Baru
mengisyartakan terbukanya kran demokrasi yang setelah sekian lama mampat.
Membuka jalan bagi banyak kalangan untuk dengan senang hati menelusuri
kontroversi surat satu ini. Seperti pernyataan salah satu tokoh Soekarnois
sekaligus PNI yang meninggal di Jakarta, 25 Juni 2004 silam ini.
“Supersemar itu bukan
penyerahan kekuasaan. Namanya saja surat Perintah kepada Soeharto untuk
mengatasi keamanan dan melaporkan kepada Presiden. Tapi enggak lapor, malah
diubah sendiri. DPR MPR diubah, orang-orang PNI dan PKI dibuang, kemudian diisi
orang-orangya untuk mengangkat menjadi presiden.”- Nyonya Supeni
Pembubaran PKI oleh Soeharto
juga membuat kaget sejumlah tokoh politik ketika itu, termasuk Bung Karno.
Menurut Laksda Sri Mulyono Herlambang, membubarkan partai merupakan hak
preriogatif Presiden. Lebih lanjut mantan Panglima AU itu berkata“ dibuatlah
teguran dari Pak Karno ke Pak Harto yang tangal 13 Maret itu. Isinya supaya Pak
Harto kembali kepada jiwa SP 11 Maret.”
Hal serupa juga dikemukakan
Mayjen Mursyid (deputi I Panglima AD pad masa A. Yani yang akhirnya menjadi
Duta Besar RI di Filipina):
“Kalian boleh berpendapat
begitu. Tapi saya tidak ikuti pikiran kalian. Saya tetap berpegang bahwa 1
Oktober kudetanya. Formalnya tanggal 1 Oktober kudetanya. Formalnya tanggal 11
Maret dengan Supersemar, yang dikureksi oleh BK (bung Karno) pada tanggal 13
Maret. Dengan kata lain, tanggal 1 Oktober merupakan langkah-langkah ke arah
tanggal 11 Maret itu. Itulah sebabnya Soeharto, ia ambil kekuasaan dengan
paksa”- tegas Soekarnois yang juga pernah dituding sebagai PKI oleh Soeharto
ini.
Kembali ke "Jejak Suksesi'67"
0 comments:
Post a Comment