UA-64095463-1

Jejak Suksesi ’67


Gelanggang pertarungan politik di akhir masa jabatan Soekarno senantiasa menjadi ingatan kolektif bangsa Indonesia. Kontra gagasan antara Nasionalis, Komunis, dan Agama yang berusaha dipersatukan Soekarno di bawah konsep Nasakom jatuh bersama rezimnya. Akan tetapi, kita ketahui transparasi fakta yang seharusnya dapat disaksikan di buku-buku sejarah mengenai hal itu keruh selama seperempat abad lebih. 

Dengan kata lain, komprehensifitas mengenai rivalitas politik dari peristiwa Gestapu hingga suksesi orde saat itu kontradiktif dengan prinsip kepenulisan sejarah itu sendiri. Tak elak setelah Orde Baru runtuh, saksi atau mungkin pelaku Gestapu yang masih hidup,yang di antaranya mendekam di balik jeruji baja selama puluhan tahun itu kini menjadi incaran media- yang juga baru “lolos” dari macetnya demokrasi.

Berikut kami paparkan bebarapa pernyataan dari sumber sekunder yang tak akan ditemukan di masa Orde Baru. Namun dari itu, artikel ini bukan bermaksud menyudutkan Orde Baru atau mungkin menggiring mindsett ke sudut pandang pro-komunis. Akan tetapi ini sekedar penyebaran informasi dari peristiwa Gestapu, oleh sudut pandang kolega Soekarno dan orang-orang yang pernah menjadi tersangka pada peristiwa monumental tersebut.

Rivalitas di Kubu AD
Dalam buku Saksi dan Pelaku Gestapu terbitan 2005, Serka Bungkus yang saat itu bertugas menjemput M.T. Haryono di bawah komando Lettu Dul Arief menyatakan dengan tegas hal ini.

“... tapi, memang banyak isu: Angkatan Darat seolah-olah sudah mengadakan persiapan. Kami berjaga-jaga, kalau terjadi apa-apa pada diri Bung Karno. Jadi, perwira-perwira Angkatan Darat itulah yang kurang rasa persatuan. Seperti ada rivalitas, kejar-mengejar”-tegas Seorang mantan prajurit Cakrabirawa (sekarang Paspampres) itu.
Hal tersebut dibenarkan oleh Komandan AU saat itu, Wisnoe  Djajengminardo. Ia menyatakan bahwa terdapat pertempuran di dalam RPKAD Jawa Tengah dan Timur. Gencatan senjata yang berlokasi di Halim tersebut terjadi pada 2 Oktober, namun pada akhirnya dilerai dan berhasil. Pasca terjadinya peristiwa itu, Soeharto, Omar Dani, Martadinata,dan Tjiptoyudo dipanggil oleh Presiden ke Istana Bogor, namun Soeharto tidak hadir.

Jejak Suksesi ’67 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 comments:

Post a Comment