“Kehancuran mereka terjadi melalui sebuah peristiwa gempa
bumi dahsyat yang mungkin disertai dengan letusan petir, keluarnya gas alam
serta lautan api. Pergeseran patahan membangkitkan tenaga vulkanik (berupa
gempa) yang telah lama tertidur sepanjang patahan.” -Werner Keller
Bagi Anda yang beragama Samawi tentu kota Sodom dan Gomorrah melekat
di benak anda. Peradaban zaman perunggu tersebut ada berabad-abad sebelum Musa memimpin
Exodus. Pernyataan tentang ilmuwan di atas - yang pernah meneliti Sodom dan
Gomora - menggambarkan betapa dahsyatnya bencana geologis di kota tersebut. Lebih
lanjut ia menyatakan “Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini,
yang persis melewatai daerah ini, Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorrah,
dalam satu hari terjerumus ke kedalaman (Laut Mati)”.
Lalu
dimanakah letak Sodom dan Gomorrah?
Beberapa penelitian arkeologis dan geologis menemukan bukti reruntuhan
Sodom dan Gomora terletak di tepi tenggara Laut Mati. Dua kota yang dalam dunia
arkeologi disebut Babhedra (Sodom) dan Numeira (Gomora) itu pernah diteliti
oleh Graham Harris dan Frederick Clapp. Mereka mendapatkan kesimpulan bahwa
situsnya terletak tepat pada titik bertemunya dua lempengan patahan kerak bumi
yang bergerak berlawanan arah.
Masih menurut Harris dan Beardow, patahan tersebut merupakan left
lateral strike-slip fault; bermula dari tepi Gunung Taurus, memanjang ke pantai
selatan Laut Mati dan berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba dan terus
melintasi Laut Merah, hingga berakhir di Afrika. Penduduk Soddom juga diduga berdagang
aspal yang tersedia di wilayah tersebut. Zat hitam lengket ini di masa lalu
digunakan sebagai pelapis tahan air pada perahu dan perekat bebatuan pada
bangunan.
Bukti arkeologis
Mike Finnegan,
forensik antropologis asal AS menemukan tiga kerangka manusia berusia 2300 SM di
selatan Laut Mati. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa mereka mati dalam
kondisi hancur. Selain itu, terdapat juga puing-puing kota tua dan peradaban
yang diperkirakan dari zaman perunggu. Kota ini tertimbun lapisan dan tumpukan
batu, serta lapisan abu arang yang menandakan ada kebakaran hebat yang pernah
terjadi. Salah satu kemungkinannya mereka mati dijatuhi reruntuhan batu
akibat gempa.
Bagaimana
bencana itu terjadi dengan skala yang dahsyat?
Bencana tersebut merupakan kombinasi antara erupsi gunung
yang meletuskan halit, anhidrit, batu-batuan, lumpur, aspal, bitumen, dan
belerang. Dijelaskan di atas bahwa letak kedua kota tersebut tepat pada titik
bertemunya dua lempengan patahan kerak bumi. Jika dua lempengan kerak bumi
tersebut bergeser maka akan menimbulkan gempa dahsyat yang diikuti dengan
tsunami. Hal tersebut juga biasa diikuti dengan letusan lava/lahar panas dari
perut bumi.
Di selatan Laut Mati, para ilmuwan juga menemukan bitumen
(serupa dengan aspal). Material tersebut mengandung kadar belerang tinggi, jika
ditekan oleh gempa maka mempunyai potesnsi keluar melalui garis patahan. Daerah
patahan memang sering menimbulkan gempa, bahkan menurut ahli geologi Israel,
Shmuel Marco, diperkirakan ada enam kali gempa dengan skala paling rendah 6 SR di
selatan Laut Mati.
Pemodelan
oleh peneliti
Peneliti dari Cambridge University, Haigh dan Madabushi
(2002) pernah meneliti skema gempa yang menimpa kota biblikal tersebut dalam
”Dynamic Centrifuge Modelling of the Destruction of Sodom and Gomorrah”. Mereka
membuat pemodelan dua kota terebut di laboratorium, lengkap dengan kondisi
geologi di sekitar Laut Mati. Hasilnya ketika model diguncang gempa dengan
skala tertentu, likuifaksi memang terjadi, bangunan tenggelam masuk ke dalam
tanah. Hal tersebut seperti yang tertulis pada kitab-kitab suci Samawi.
0 comments:
Post a Comment