Opini Sejarah
Dari
artikel sebelumnya (Kontroversi Penggunaan Istilah Holocaust) mungkin di benak anda muncul pertanyaan “mengapa dari
sekian banyak bukti empiris terkait jumlah korban holocaust tidak memunculkan ketransparansian sejarah?” Atau “mengapa
sejarawan dan ahli linguis belum mampu menidentifikasikan dan atau melegitimasi
istilah holocoust?”
Ialah
kaum revisionis atau penyangkal (denier)
holocaust, akan tetapi mereka lebih
suka menyebut diri mereka kaum revisioner. Alasan mereka bahwa misi mereka
adalah revisionis-historis, yaitu pemeriksaan
kembali sejarah yang telah diterima, dengan tujuan untuk mengupdate data-data tersebut dengan
informasi yang baru ditemukan, lebih akurat, dan lebih tidak deskriminatif.
Akan
tetapi revisionisme sejarah dikecam oleh sejarawan dengan alasan bahwa mereka
mencari bukti untuk mendukung teori yang dibuat-buat untuk mendukung fakta yang
pokok. Para denier atau revisionis yang
seringkali dituding sebagai Neo-Nazi ini membuat pernyataan yang di antaranya
sebagai berikut
·
Pasukan Nazi tidak menggunakan
kamar-kamar gas untuk pembantaian kepada Yahudi
·
Nazi tidak menggunakan oven-oven kremasi
·
5-6 juta Yahudi yang tewas adalah sebuah
pernyataan berlebihan
·
Kebanyakan foto atau film tentang
korban-korban Nazi yang dirilis pasca perang dunia II adalah bohong
·
Ada Konspirasi antara Amerika, Inggris,
dan Yahudi untuk membuktikan kepada dunia bahwa Yahudi adalah korban Jerman beserta
orang-orang jahatnya
Atau
lebih singkatnya, menurut Stephane Downing dalam “Holocaust, Fakta atau fiksi?”
kaum revisionis-historis menyatakan bahwa
holocaust adalah sebuah cerita bohong
yang sengaja diciptakan oleh orang Yahudi dan kroni-kroninya untuk memajukan
kepentingan mereka dengan mengorbankan orang lain. Salah
satu kutipan tokoh terkenal dari kaum tersebut adalah Mahmoud Ahmadinejad
(Presiden Iran). Beliau menyatakan
“Mereka telah mengarang - ngarang sebuah cerita dongeng dengan judul
‘Pembantaian Massal Orang Yahudi’ dan mereka memandang cerita tersebut lebih
tinggi daripada Tuhan, Agama, dan Nabi-nabi mereka sendiri... (orang Barat)
memperlakukan mereka yang menyangkal dongeng tersebut dengan sangat keras,
namun tidak melakukan apapun kepada mereka yang tidak mengakui Tuhan, Agama,
dan Nabi-nabi mereka.”
Memang
kebanyakan kaum deniar merupakan kaum di negara-negara yang memiliki pengaruh anti-Semit, misalnya orang Palestina
lulusan Oriental College di negara Moskow ini:
“Sepertinya
maksud dari gerakan zionis adalah membumbungkan jumlah korban (holocaust)
sehingga mereka dapat memperoleh bantuan yang lebih besar. Hal ini membawa
mereka untuk menekankan jumlah korban (enam juta jiwa) demi menarik solidaritas
opini publik internasional dengan zionosme. Banyak sarjana telah memperdebatkan
jumlah korban yang enam juta jiwa ini dan mencapai kesimpulan-kesimpulan yang
mengejutkan-membenarkan bahwa jumlah orang Yahudi yang menjadi korban hanya
beberapa ratus ribu jiwa.” –Mahmoud Abbas (pemimpin
Organisasi Liberal Palestina)
Dari
penjabaran dan kutipan-kutipan kaum revisionis-historis
atau deniar (penyangkalan) di
atas, dapat ditark kesimpulan bahwa kesulitan sejarawan dan ahli linguistik
dalam mendefinisikan Holocaust begitu
sulit. Hal tersebut tak terlepas dari doktrin dari kedua belah pihak yang
tersebar baik di buku-buku sejarah, media lisan hingga elektronik. Sebab siapa
yang tahu jika baik di dalam golongan sejarawan dan ahli linguis berada dibawah
tekanan kaki-tangan propaganda atau
bahkan bagian dari itu.
Sumber:
Wikipedia, Holocaust Fakta atau fiksi? - Stephane Downing
0 comments:
Post a Comment