UA-64095463-1

Dari Istilah hingga Revisionerisme

Opini Sejarah

Dari artikel sebelumnya (Kontroversi Penggunaan Istilah Holocaust) mungkin di benak anda muncul pertanyaan “mengapa dari sekian banyak bukti empiris terkait jumlah korban holocaust tidak memunculkan ketransparansian sejarah?” Atau “mengapa sejarawan dan ahli linguis belum mampu menidentifikasikan dan atau melegitimasi istilah holocoust?”

Ialah kaum revisionis atau penyangkal (denier) holocaust, akan tetapi mereka lebih suka menyebut diri mereka kaum revisioner. Alasan mereka bahwa misi mereka adalah revisionis-historis, yaitu pemeriksaan kembali sejarah yang telah diterima, dengan tujuan untuk mengupdate data-data tersebut dengan informasi yang baru ditemukan, lebih akurat, dan lebih tidak deskriminatif.

Akan tetapi revisionisme sejarah dikecam oleh sejarawan dengan alasan bahwa mereka mencari bukti untuk mendukung teori yang dibuat-buat untuk mendukung fakta yang pokok. Para denier atau revisionis yang seringkali dituding sebagai Neo-Nazi ini membuat pernyataan yang di antaranya sebagai berikut
·         Pasukan Nazi tidak menggunakan kamar-kamar gas untuk pembantaian kepada Yahudi
·         Nazi tidak menggunakan oven-oven kremasi
·         5-6 juta Yahudi yang tewas adalah sebuah pernyataan berlebihan
·         Kebanyakan foto atau film tentang korban-korban Nazi yang dirilis pasca perang dunia II adalah bohong
·         Ada Konspirasi antara Amerika, Inggris, dan Yahudi untuk membuktikan kepada dunia bahwa Yahudi adalah korban Jerman beserta orang-orang jahatnya


Atau lebih singkatnya, menurut Stephane Downing dalam “Holocaust, Fakta atau fiksi?” kaum revisionis-historis menyatakan bahwa holocaust adalah sebuah cerita bohong yang sengaja diciptakan oleh orang Yahudi dan kroni-kroninya untuk memajukan kepentingan mereka dengan mengorbankan orang lain. Salah satu kutipan tokoh terkenal dari kaum tersebut adalah Mahmoud Ahmadinejad (Presiden Iran). Beliau menyatakan

Mereka telah mengarang - ngarang sebuah cerita dongeng dengan judul ‘Pembantaian Massal Orang Yahudi’ dan mereka memandang cerita tersebut lebih tinggi daripada Tuhan, Agama, dan Nabi-nabi mereka sendiri... (orang Barat) memperlakukan mereka yang menyangkal dongeng tersebut dengan sangat keras, namun tidak melakukan apapun kepada mereka yang tidak mengakui Tuhan, Agama, dan Nabi-nabi mereka.”
Memang kebanyakan kaum deniar merupakan kaum di negara-negara yang memiliki pengaruh anti-Semit, misalnya orang Palestina lulusan Oriental College di negara Moskow ini:

“Sepertinya maksud dari gerakan zionis adalah membumbungkan jumlah korban (holocaust) sehingga mereka dapat memperoleh bantuan yang lebih besar. Hal ini membawa mereka untuk menekankan jumlah korban (enam juta jiwa) demi menarik solidaritas opini publik internasional dengan zionosme. Banyak sarjana telah memperdebatkan jumlah korban yang enam juta jiwa ini dan mencapai kesimpulan-kesimpulan yang mengejutkan-membenarkan bahwa jumlah orang Yahudi yang menjadi korban hanya beberapa ratus ribu jiwa.” –Mahmoud Abbas (pemimpin Organisasi Liberal Palestina)
Dari penjabaran dan kutipan-kutipan kaum revisionis-historis atau deniar (penyangkalan) di atas, dapat ditark kesimpulan bahwa kesulitan sejarawan dan ahli linguistik dalam mendefinisikan Holocaust begitu sulit. Hal tersebut tak terlepas dari doktrin dari kedua belah pihak yang tersebar baik di buku-buku sejarah, media lisan hingga elektronik. Sebab siapa yang tahu jika baik di dalam golongan sejarawan dan ahli linguis berada dibawah tekanan kaki-tangan propaganda atau bahkan bagian dari itu.

Sumber: Wikipedia, Holocaust Fakta atau fiksi? - Stephane Downing

Dari Istilah hingga Revisionerisme Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 comments:

Post a Comment