Kajian manusia terhadap segala
sesuatu mengenai agama berbeda-beda. Berbicara tentang teologi tentu bukan bersifat
spiritual, melainkan untuk kepentingan ilmiah. Teologi mengkaji tafsir manusia
terhadap Tuhan dan kitabNya yang majemuk secara rasional. Kemajemukan tafsir
manusia terhadap Tuhan dan Kitabnya tersebut menciptakan varian sekte di dalam
agama. Konsep itulah yang menarik dikaji oleh para teolog, begitu pula konsep
tentang Manunggaling Kawula Gusti yang kontroversial hingga saat ini.
Dikutip dari wikipedia bahwa ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan
konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya
syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia
ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai
kematian, justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi
olehnya. Lebih lanjut Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu
ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi.
Konsep di atas dikenal dengan
sufisme dan para teolog menyebutnya mistisme: merupakan kepercayaan bahwa dalam
kehidupan ini orang dapat mengalami kesatuan transendental dengan yang
adikodrati, dengan melalui meditasi dan pengalaman spirtual lainya. Namun hal
tersebut menjadi pertentangan bagi kaum tertentu, bahkan dikatakan sesatan dan
kufur. Dikutip dari salah satu blog bahwa “Allah merupakan Tuhan yang Maha Esa,
dan manusia yang menyembah kepadaNya dan menjalankan salat untukNya. Jadi
perbedaan yang nyata antara manusia yang
diciptakan dan pencipta. Bukan manunggaling kawulo gusti yang menyatakan penyatuan
antara Allah dan mahlukNya” tegasnya.
Sejarah mencatat, pengalaman
spiritual manusia menjadikan hal yang paling prinsipil bagi pelaku spiritual
tersebut. Ribuan orang pernah terasing, teraniaya bahkan terbunuh karena
perbedaan konsep keTuhananya seperti Arius dalam sejarah Kristen (yang ajaranya
disebut Arianisme), hingga Al Hallaj yang ajaranya mirip denga Syekh Siti Jenar.
Lebih lanjut, masih dikutip dari wikipedia dalam pupuhnya,“Syekh Siti Jenar
merasa malu apabila harus memperdebatkan masalah agama. Alasannya sederhana,
yaitu dalam agama apa
pun, setiap pemeluknya sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa, hanya
saja masing-masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda dan menjalankan
ajaran dengan cara yang belum tentu sama.”
Kembali ke Teori Cacing
0 comments:
Post a Comment